0

TASRIPIN MASTAR (Ketua Umum IKPRI)

Koperasi yang baik, tentu saja harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota melalui pelayanan pelayanan usahanya. Di KPRI, pelayanan pada anggota umumnya dilakukan melaiui Unit Usaha Simpan Pinjam (USP). Namun, KPRI yang bisnisnya berkembang, hampir pasti mempunyai berbagai unit usaha lain, yang memungkinkan dapat mengakumulasi keuntungan lebih besar dari transaksi secara luas, tidak terbatas pada anggota.

Misalnya, KPRI yang bersangkutan mempunyai minimarket, yang lokasinya di luar kantor atau yang mudah diakses oleh masyarakat luas. Jadi, minimarketnya mempunyai peluang menghimpun volume usaha lebih besar, lantaran yang berbelanja disana bukan hanya anggota. Atau, KPRI mempunyai unit usaha yang, sama sekali tidak tidak melayani anggota, tetapi sepenuhnya bertransaksi dengan pihak lain, seperti pengadaan barang-barang untuk kebutuhan kantor.

Tentu saja tidak ada yang salah jika KPRI mempunyai unit usaha yang tidak hanya melayani anggota. Bahkan, hal itu merupakan langkah yang sangat baik. Asal dijalankan dengan perhitungan kelayakan yang cermat, sehingga benar-benar mampu mendongkrak kompetensi KPRI yang bersangkutan, untuk meningkatkan pelayanan pada anggota. Misalnya, dari akumulasi keuntungan transaksi dengan non anggota tersebut, dijadikan tambahan modal untuk USP sehingga mampu memenuhi kebutuhan pinjaman anggota dalam jumlah yang sangat memadai.

Namun, sekali lagi, aspek kelayakan harus benar-benar dihitung secara cermat dalam merintis usaha lain diluar USP. Jangan sampai terjadi, usaha tersebut diam-diam justru "menggerogoti" stabilitas usaha yang ada seperti USP, lantaran dibentuk dan dikelola dengan prinsip "asal jalan". Kerugian yang diakibatkannya, lantas ditutupi oleh keuntungan dari usaha lain yang sudah stabil.

Berbeda dengan USP, perintisan dan pengelolaan usaha yang diarahkan untuk tidak hanya bertansaksi dengan anggota, harus dilakukan dengan pendekatan pasar agar menjamin kemungkinan hidup dan berkelanjutan. Misalnya minirnarket, yang tentu saja berada di tengah-tengah persaingan ekonomi pasar, menghahadapi persaingan dari mikro ritel, minimarket dan supermarket, sampai hypermarket. Persaingan itu tidak harus ditunjukkan dengan lokasi minimarket yang saling berdekatan.

Karena itu, minimarket sebuah KP-RI dituntut untuk memberikan keunggulan pelayanan. Bahkan, untuk transaksi dengan anggota, harus dibedakan dengan non-anggota. Ini sudah diterapkan oleh sejumlah minimarket milik KP-RI di daerah-daerah, terutama yang menggunakan system coop-mart, yang memberikan harga lebih miring pada anggota dan pencatatan langsung nilai transaksi untuk mendapatkan bagian SHU, dengan menggunakan kartu khusus.

Juga usaha yang sepenuhnya bertranskasi dengan non-anggota, seperti pengadaan barang untuk kantor, harus diperhitungkan berdasarkan kelayakan dan pelayanan yang mampu bersaing. Karena usaha tersebut, dalam jumlah tertentu, umumnya harus dilakukan melalui tender, bersaing dengan perusahaan lain secara terbuka.

KPRI perlu menjajaki dan mengembangkan usaha yang bukan hanya bertransaksi dengan anggota, karena karena jumlah anggota KP-RI umumnya sangat terbatas. Jika hanya mengandalkan transaksi dengan anggota yang jumlahnya terbatas itu, proses akumulasi modal usaha akan lambat. Terlebih, dalam melakukan transaksi dengan anggota, KPRI sebaiknya tidak mengambil margin tinggi, sejalan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota.

Jika perlu, dalam bertansaksi dengan anggota, KP-RI menerapkan prinsip serve at cost, yaitu harga penjualan yang hamper sama dengan harga pembelian. Hal ini sangat memungkinkan dilakukan, jika KPRI yang bersangkutan mampu mengakumulasi modal dari keuntungan dengan usaha lain, yang tidak hanya melayani anggota. Disinilah perlu upaya serius untuk mendongkrak kompetensi bisnis setiap KPRI.

Sumber: WartaKoperasi Edisi 276 Maret 2016, Hal. 4

Image Source: btcnews.ga

Posting Komentar

 
Top